BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kebutuhan akan serikat pekerja sebagai pihak yang menjembatani antara pihak manajemen perusahaan dengan karyawan merupakan satu hal yang penting unntuk menghasilkan sebuah persetujuan yang adil bagi kedua nya (collective bargaining). Pengertian Collective Bargaining adalah ”proses dimana perwakilan dari manajemen dan serikat pekerja bertemu untuk menegosiasikan sebuah persetujuan pekerja”(Dessler 2007). Sebelum tercapainya Collective Bargaining biasanya sebuah persoalan harus melalui proses negoisasi terlebih dahulu. Collective Bargaining ini berisi data mencakup berbagai permasalahan diantaranya persoalan upah atau kompensasi, jam kerja, dan kondisi kerja.
Tidak jarang dalam sebuah proses pembuatan sebuah collective bargaining sering muncul beberapa konflik dari kedua pihak. Tetapi apabila konflik tersebut bisa diatasi maka proses negosiasi ini akan berlanjut pada pengesahan persetujuan hingga pengadministrasian persetujuan. Administrasi persetujuan ini berisi mengenai hal hal yang disepakati oleh kedua belah pihak selama jangka waktu tertentu sesuai kontrak.
Namun, apabila proses collective bargaining ini tidak menemukan titik penyelesaian sering kali persoalan diselesaikan dengan pemogokan, boykot, arbitrasi. Oleh karena itu kedua belah pihak harus memiliki strategi untuk mendapatkan solusi aar masalah dapat diselesaikan. Tentunya keputusan akhir dari collective bargaining ini harus mengacu kepada kepentingan perusahaan dan kesejahteraan pegawai.
1.2 Identifikasi Masalah
Fokus masalah dari makalah ini adalah :
- Bagaimanakah isu-isu dalam collective bargaining?
- Bagaimanakah menegosiasikan persetujuan?
- Konflik seperti apakah yang mungkin timbul dari negosiasi?
- Bagaimana pengesahan persetujuan bagi kedua belah pihak?
- Bagaimanakah cara pengadministrasian persetujuan?
- Seperti apakah collective bargaining pada sektor publik?
BAB 2
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Isu dalam Collective Bargaining
Dokumen yang muncul dari proses collective bargaining dikenal sebagai labor agreement atau contract. Perjanjian ini mengatur hubungan antara perusahaan dan karyawan untuk jangka waktu yang telah ditetapkan. Collective bargaining pada dasarnya menentukan hubungan antara buruh dan manajemen. Collective argaining adalah penting, namun juga sebuah tugas yang sulit karena setiap persetujuan itu unik, dan tidak ada standar atau model yang universal. Meskipun banyak perbedaan, topik utama setiap perjanjian adalah mengenai kebaikan. Hal-hal yang termasuk dalam topik, yakni pengakuan, hak pengelolaan, serikat keamanan, kompensasi dan benefit, prosedur keluhan, keamanan karyawan, dan faktor-faktor yang berhubungan dengan pekerjaan.
Hal-hal yang termasuk dalam topik suatu persetujuan, antara lain:
a. Recognition/pengakuan
Bagian ini seringkali muncul pada permulaan persetujuan. Tujuannya adalah untuk menggambarkan persekutuan yang diakui sebagai perwakilan persetujuan dan untuk menggambarkan bergaining unit.
b. Hak Manajemen
Bagian ini sering kali, tetapi tidak selalu masuk ke dalam persetujuan yang merinci hak-hak managemen. jika ada sebagian hak yang tidak dimasukkan, management dapat beralasan bahwa mereka memegang teguh pengawasan semua topik yang tidak di deskripsikan sebagai kontrak yang dapat di tawar. Isi hak-hak management akan bervariasi sesuai dengan industri, perusahaan, dan serikat buruh. Bila dimasukkan, manajemen hak umumnya melibatkan tiga bidang antara lain:
1. Kebebasan untuk memilih tujuan-tujuan bisnis dari perusahaan.
2. Kebebasan untuk menentukan yang menggunakan aset perusahaan yang akan diberikan.
3.Kuasa untuk mengatur kedisiplinan.
c. Union Security
Union Security merupakan salah satu tipe dalam awal negosiasi dalam sebuah persetujuan collective bergaining. Tujuan penetapan union security adalah untuk memastikan bahwa keberlanjutan persekutuan untuk tetap ada dan melaksanakan fungsinya. Sebuah penetapan union securiy yang kuat membuat ini lebih mudah bagi persekutuan dalam mempertahankan anggota serikat kerja. Ada beberapa bentuk dasardari union security antara lain :
- Closed Shop adalah sebuah susunan keanggotaan serikat dimana merupakan prasyarat untuk mendapatkan pekerjaan. Beberapa ketentuan sebagian besar ilegal di AS.
- Union shop adalah susunan yang mengharuskan semua karyawan menjadi anggota serikat pekerja yang ditentukan setelah masa kerja atau setelah penentuan union shop telah dinegosiasikan. Karyawan harus menjadi anggota tetap dari serikat pekerja sesuai dengan kondisi pekerjaan. Union shop dianggap legal di AS kecuali negara yang mempunyai hukum mengenai hak untuk bekerja.
- Maintenace of Membership. Karyawan yang menjadi anggota dari serikat pekerja pada saat persetujuan di tandatangani atau yang secara sukarela bergabung harus melanjutkan keanggotaannya hingga batas waktu persetujuan, sesuai dengan kondisi pekerjaan. Pengakuan bentuk ini juga dilarang di banyak negara yang memiliki hukum hak untuk bekerja.
- Agency Shop. Sebuah ketentuan agency shop tidak memerlukan karyawan untuk bergabung pada serikat perkerja. Agency Shop tidak sah dibeberapa negara yang mempunyai hokum hak untuk bekerja.
- Exclusive Bargaining Shop. 13 dari 21 negara mempunyai hukum hak untuk bekerja mengijinkan hanya ketentuan exclusive bargaining shop. Perusahaan yang terikat secara hukum untuk berurusan dengan serikat yang telah dicapai pengakuan, tetapi karyawannya tidak wajib untuk bergabung dengan keanggotaan serikat atau untuk mengkontribusikannya secara finansial.
- Open Shop didefinisikan secara kasar adalah pekerjaan yang memiliki masa yang sama bagi anggota serikat pekerja dan non-anggota yang sama. Dibawah persetujuan ini, tidak ada karyawan yang dibutuhkan untuk bergabung atau berkontribusi pada serikat pekerja secara finansial.
- Dues Checkoff mungkin digunakan sebagai tambahan dari beberapa persetujuan yang telah disebutkan diatas.
d. Compensation and Benefit
Bagian ini biasanya merupakan bagian besar dari sebagian besar perjanjian tenaga kerja. Beberapa item yang sering dibahas meliputi :
- Jadwal tingkat gaji : harga dasar yang harus dibayar setiap tahun untuk setiap kontrak pekerjaan termasuk dalam bagian ini.
- Lembur dan premi : ketentuan jam kerja, pembayaran lembur, dan premi termasuk dalam bagian ini.
- Pembayaran juri : beberapa firma membayar gaji karyawan ketika mereka sedang melayani tugas juri.
- Layoff atau pemutusan pembayaran
- Liburan
- Cuti
- Perawatan keluarga/family care
e. Prosedur Keluhan
Sebagian besar persetujuan tenaga kerja adalah perjanjian yang ditujukan untuk sebuah prosedur keluhan. Prosedur ini berisi cara dimana ketidakpuasan karyawan dapat diungkapkan dengan suara dan daya tarik khusus tindakan manajemen. Juga termasuk dalam bagian ini adalah prosedur untuk tindakan disiplin oleh manajemen dan penghentian prosedur yang harus diikuti.
f. Employee Security
Menurut survey nasional, kesejahteraan karyawan adalah perhatian utama untuk anggota serikat pekerja. Kesejahteraan yang berkesinambungan akan menjadi sebuah perhatian utama bagi para pekerja atau karyawan. Aksi Negoisasi buruh baru baru ini berfokus terhadap persoalan kesejahteraan. Seperti telah disebutkan sebelumnya, sejak 1990 persetujuan buruh dengan para pembuat “Tiga Besar” sudah termasuk provisi untuk melindungi kesejahteraan karyawan. Pada tahun 1993, penyelesaian atau persetujuan dengan tiga besar menetapkan perubahan laju gaji yang lebih kecil dari hasil negoisasi yang terdapat dalam kontrak yang mereka ganti, tapi perusahaan memgembalikan penuh uang kesejahteraan kerja dan anggaran tambahan yang bermanfaat untuk bukan pekerja yang disediakan dalam persetujuan di tahun 1990-1993.
Masa kerja yang lama (senioritas) dan prosedur penanganan keluhan adalah topik utama yang berhubungan dengan kesejahteraan karyawan. Senoritas ditentukan oleh jumlah waktu seseorang karyawan telah bekerja dalam kapasitas bervariasi dengan perusahaan yang bersangkutan. Senioritas dapat terjadi karena jangkauan perusahaan, oleh divisi, departemen, atau karena pekerjaan nya. Persetujuan dalam senioritas sangatlah penting karena orang dengan yang lebih senior, seperti ketetapan dalam persetujuan buruh, secara khas menjadi yang terakhir untuk diberhentikan dan menjadi yang pertama untuk dipanggil kembali. Sistem senoiritas ini yang menetapkan sebuah dasar untuk keputusan promosi. Ketika kmampuan dipertemukan para pekerja dengan yang lebih senior akan lebih memungkinkan untuk dipertimbangkan pertama dalam promosi naik jabatan. Bagaimanapun juga banyak pekerja berkerah baru, yang lebih muda dan berpendidikan lebih tinggi, merasa senoritas meletakan mereka dalam peruntungan yang tidak adil dan karena itu mereka kurang memungkinkan untuk ikut dalam serikat pekerja.
2.2 Menegosiasikan Persetujuan
Tidak ada jalan untuk menjamin kecepatan dan saling pengertian terhadap hasil dari negoisasi. Yang terbaik adalah peserta dapat mencoba untuk menciptakan suasana yang akan menjamin diri sendiri untuk terus maju dan menciptakan hasil yang produktif. Contohnya, 2 tim negoisasi biasanya bertemu pada sisi persetujuan yang netral, seperti hotel. Itu umumnya penting untuk menguntungkan hubungan yang dibangun sebelumnya untuk menghindara “eleventh hour“ bargaining. Itu sama pentingnya antara serikat kerja dan manajemen dalam usaha bernegoisasi untuk membangun dan memelihara keterbukaan dan membuka jalan dalam berkomunikasi. Sejak collective bargaining adalah aktivitas yang dilakukan dalam menyelesaikan masalah, komunikasi yang baik diperlukan untuk mencapai kesuksesan. Negoisasi harusnya diadakan secara privasi dalam ruang pertemuan, tidak di media informasi. Jika neoisasi terasa bahwa publikasi itu perlu, lakukanlah kerjasama dengan media untuk menghindari adanya konflik yang tidak perlu.
Tahap negosiasi pada collective bargaining dimulai dengan permintaan dari sisi lain. Karena penyelesaian collective bargaining dapat menjadi mahal untuk sebuah perusahaan, biaya bermacam-macam proposal seharusnya di estimasikan secara akurat dan tepat. Beberapa perubahan dapat menjadi sedikit mahal dan biya lainnya hanya sedikit atau mengkin tanpa biaya., teatapi biya bermacam proposal dipertimbangkan dan harus hati hati dan jangan terburu buru. Serikat kerja akan merundingkan untuk menambah anggota ekonomi dan kondisi kerja. Perudahaan akan menegoisasikan untuk perawatan atau mempertinggi profit. Salahsatu isi persetujuan collective bargaining adalah menaikkan provisi gaji.
2.2.1 Konflik dalam Negosiasi
Kadang kadang retaknya negosiasi dapat terjadi meskipun serikat kerja dan manajemen mungkin bersungguh-sungguh ingin datang ke dalam kontrak penyelesaian yang pantas. Beberapa pengertian yaitu mengubah peghalang yang mana digunakan dalam pesanan untuk mendapatkan perubahan negoisasi kembali. Keretakan dalam negoisasi dapat diatasi dengan campur tangan pihak ke tiga, strategi serikat kerja, dan strategi manajemen.
Campur tangan pihak ke tiga
Sering kali orang luar dapat campur tangan sebagai penyedia bantuan saat persetujuan tidak dapat tercapai dan kedua sisi mengalami jalan buntu. Alasannya disamping posisi peserta lainnya mungkin pemikirian nya lebih rasional, atau keretakan berhubungan dengan perselisihan emosional yang berakhir perubahan suasana negoisasi menjadi panas. Tanpa memeperhatikan penyebabnya, sesuatu hal harus dilakukan untuk melangsungkan negoisasi. Ada 2 tipe dasar dalam campurtangan pihak ke tiga, yaitu sebagai penengah, dan sebagai wasit.
a. Penengah
Sebagai penengah yang mana prosesnya sebagai peserta yang netral dan berusahan untuk menyelesaikan perselisihan serikat kerja saat perundingan mengalami jalan buntu. Penengah sasarannya harus memiliki sikap seperti penyedia kemudahan. Penengah harus membujuk peserta untuk mulai lagi ke dalam negosiasi unutk mencari penyelesaian. Penengah tidak memiliki kekuatan penuh dalam menentukan penyelesaian tetapi dapat membantu dalam mencari solusi, membuat rekomendasi, dan mecoba membuka jalan komunikasi atau membuka pembicaraan yang komunikatif. Penengah yang sukses tergantung pada tingkat kekokohan kebijaksanaan penengah, diplomasi, kesabaran, dan ketekunan penengah. Penengah yang memiliki pemikiran yang segar dibutuhkan pada diskusi. Keahlian sebagai penengah lebih penting dalam hubungan serikat pekerja dan wilayah manajemen lainnya. Penengah dengan sukarela dan sabar dalam tiap langkah proses negoisasi. Penengah menyediakan pembicaraaan yang informal, membantu menjamin diskusi secara adil dan effektiv.
b. Wasit
Dalam perwasitan, perselisihan amaka akan terjadi pengajuan pihak ketiga yang jujur/adil untuk menyetujui keputusan, wasit pada dasarnya berperilaku sebagai hakim dan juri. Ada dua tipe dalam perselisihan antara manajemen dan serikat kerja :
1. Riht dispute ( perselisihan yang sesungguhnya)
2. Interest dispute (perselisihan yang menarik)
Ini melebihi perselisihan yang mengajukan interpretasi dan surat lamaran pada berbagai macam ketetapan/syarat terhadap keberadaan sebuah kontrak yang mengajukan right arbritration. Tipe ini pada wasit digunakan untuk penyelesaian keluhan dan lazim digunakan di US. Tipe lainnya dalam perwasitan adalah interest arbritration, termasik perselisihan diatas waktu yang telah ditentukan dalam collective bargaining agreement. Dalam sektor pribadi, penggunaan interest abration adalah sebagai alternativ prosedur untuk resolusi jalan buntu tidak terjadi seperti biasanya. Serikat kerja dan pekerja jarang menyetujui untuk pengajuan kontrak yang berdasarkan jangka waktu (sepperti upah, jam, dan kondisi kerja) untuk watak peserta yang netral. Mereka lebih suka mengandalkan/mempercayai collective bargaining dan mengancam dengan tekanan (seperti pemogokan dan larangan bekerja) untuk menentukan tindakan.
Dalam sektor publik, sebagian besar hukum pemerintah (instansi pemerintah) adalah melarang pekerja mereka untuk melakukan aksi pemogokan. Hasilnya, interest arbitration digunakan saat adanya masalah besar yang melebihi sektor pribadi (instansi swasta)., meskipun tidak ada keseragaman lamaran pada metoda ini.
2.3 Konflik yang Timbul dalam Persetujuan
Manajemen dan pekerja masing-masing memiliki strategi yang berbeda dan dapat digunakan untuk memecahkan masalah.
2.3.1 Strategi Serikat Kerja untuk Mengatasi Gangguan dalam Negosiasi
Apabila tidak terjadi titik temu dari hasil negosiasi antara pihak manajemen dengan serikat kerja. Maka untuk mendapatkan persetujuan dari pihak manajemen, pihak serikat kerja akan melakukan berbagai penekanan kepada pihak manajemen yaitu dengan melakukan aksi pemogokan atau dengan melakukan pemboikotan. Pemogokan, pemboikotan dan aktivisme ini adalah jenis utama yang digunakan oleh serikat kerja untuk mengatasi/menanggulangi gangguan saat negosiasi menjadi tidak tercapai.
- Pemogokan
Pemogokan adalah aksi dimana anggota serikat kerja menolak untuk bekerja dengan menekan pihak manajemen saat negosiasi. Ada empat jenis pemogokan menurut Dessler (2007) antara lain :
1. Pemogokan ekonomis
Pemogokan ekonomis ini merupakan aksi mogok yang diakibatkan oleh terjadinya kegagalan dalam proses negosiasi atau dalam proses menyetujui persyaratan sebuah kontrak yang berhubungan atau melibatkan upah, tunjangan dan kondisi pekerjaan lainnya.
2. Pemogokan Praktik Pekerja yang tidak adil
Pemogokan ini merupakan pemogokan yang ditujukan untuk memprotes perlakuan ilegal oleh pengusaha. Perlakuan ilegal yang di maksudkan misalnya pemisahan karyawan berdasarkan ras atau pun perlakuan yang bersikap diskriminatif.
3. Pemogokan liar
Pemogokan liar yaitu pemogokan yang tidak disetujui yang terjadi selama masa kontrak
4. Pemogokan Simpati
Pemogokan simpati yaitu pemogokan yang terjadi saat sebuah serikat pekerja mendukung pemogokan serikat pekerja lainnya.
Menurut Mohamad Mova Al ‘Afghani, yang dinyatakan dalam salah satu artikel mengatakan bahwa pada hakekatnya seluruh perselisihan dalam hubungan Industrial antara pihak manajemen dan serikat kerja harus diselesaikan melalui musyawarah untuk mencapai mufakat. Oleh karena itu, harus ditempuh melalui jalur perundingan antara perwakilan serikat pekerja dengan pengusaha/ pihak manajemen yang terkait. Selain itu, segala pembuktian dan formalitas hukum, harus selalu dipastikan terdapat berita acara perundingan diatas kertas ber-meterai yang ditandatangani oleh perwakilan serikat pekerja yang berunding dan pengusaha/pihak manajemen yang terkait. Apabila perundingan tersebut gagal, maka pekerja diperbolehkan melaksanakan hak mogoknya.
Apabila negosiasi gagal , maka serikat pekerja boleh melakukan aksi mogok, tetapi mereka tidak bisa melakukan aksi mogok kerja secara sembarangan tanpa mengikuti peraturan yang telah di sah kan yaitu berdasarkan Pasal 140 UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, “Undang-Undang Ketenagakerjaan”,yang menyatakan
“Sekurang-kurangnya dalam waktu 7 (tujuh) hari kerja sebelum mogok kerja dilaksanakan, pekerja/buruh dan serikat pekerja/serikat buruh wajib memberitahukan secara tertulis kepada pengusaha dan instansi depnaker setempat yang sekurang-kurangnya memuat (a) waktu (hari, tanggal, dan jam) dimulai dan diakhiri mogok kerja, (b) tempat mogok kerja, (c) alasan dan sebab-sebab mengapa harus melakukan mogok kerja; dan (d) tanda tangan ketua dan sekretaris dan/atau masing-masing ketua dan sekretaris serikat pekerja/serikat buruh sebagai penanggung jawab mogok kerja. Apabila mogok kerja tidak dilakukan dengan cara demikian, maka pengusaha dapat mengambil tindakan sementara dengan cara untuk mengamankan perusahaan dan alat-alat produksi dengan cara (a) melarang para pekerja/buruh yang mogok kerja berada di lokasi kegiatan proses produksi; atau (b) bila dianggap perlu melarang pekerja/buruh yang mogok kerja berada di lokasi perusahaan”
Selama aksi mogok berlangsung, pekerja hanya akan memiliki pendapatan yang lebih sedikit dibandingkan dengan pendapatan sebelum adanya aksi mogok yaitu mereka hanya mendapat upah yang di berikan perusahaan hanya untuk membayar barang-barang seperti makanan, listrik, dan bahan bakar motor. Dalam beberapa tahun terakhir, banyak anggota serikat telah lebih enggan untuk mogok karena takut telah diganti. Ketika sebagian pekerja malakukan aksi mogok, maka pada saat itu pula perusahaan akan menyewa tenaga kerja pengganti/ mengontrak tenaga kerja baru, dan pada saat aksi mogok berakhir maka perusahaan tidak akan memberhentikan tenaga kerja yang di kontrak.
Adapun contoh dari pemogokan ini yaitu pemogokan yang dilakukan oleh Dinas Tenaga Kerja dan Mobilitas Penduduk kabupaten Sukoharjo. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Sri Mulyanto yang di tulis dalam salah satu artikel on-line nya menyatakan bahwa
”sebab-sebab yang melatar belakangi terjadinya pemogokan kerja di kabupaten Sukoharjo merupakan tuntutan normatif ,antara lain tuntutan pekerja dalam hal upah lembur, program pensiun, jam istirahat, cuti kerja, cuti melahirkan. Penanganan pemogokan kerja yang dilakukan oleh Dinas Tenaga Kerja dan Mobilitas Penduduk kabupaten Sukoharjo dilakukan baik sebelum maupun selama pemogokan kerja berlangsung. Penanganan pemogokan kerja yang dilakukan oleh Dinas Tenaga Kerja dan Mobilitas Penduduk kabupaten Sukoharjo dilakukan dengan cara mempertemukan pihak pekerja dengan pengusaha untuk melakukan perundingan dan pihak Dinas Tenaga Kerja dan Mobilitas Penduduk bertindak sebagai pemerantara.”
Apabila perundingan tersebut mencapai kesepakatan maka dibuat suatu kesepakatan bersama yang ditandatangani oleh pihak pekerja dan pengusaha serta pihak dari Dinas Tenaga Kerja dan Mobilitas Penduduk sebagai saksinya. Namun apabila perundingan tidak mencapai kesepakatan tidak mencapai kesepakatan maka Dinas Tenaga Kerja dan Mobilitas Penduduk segera menyerahkan masalah tersebut kepada lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial yang berwenang.
- Pemboikotan
Menurut Mondy & Noe (2005) “boycotts is refusal by union members to use or buy their firm’s products”. Sedangakan menurut Dessler (2007) menyatakan bahwa “boikot adalah kombinasi penolakan oleh karyawan dan pihak berkepentingan lainnya untuk membeli atau menggunakan produk pengusaha tersebut”.
Berdasarkan penjelasan tersebut maka maksud dari boikot ini merupakan penolakan oleh anggota serikat buruh untuk menggunakan atau membeli produk perusahaan mereka. Dan itu berarti bahwa boikot melibatkan kesepakatan oleh anggota serikat buruh untuk menolak untuk menggunakan atau membeli produk perusahaan mereka. Aksi boikot yang dilakukan oleh serikat pekerja dengan menggunakan tekanan ekonomi pada pihak manajemen. dan efek yang yang terjadi dari aksi boikot ini sering berlangsung lebih lama dibandingkan dengan efek dari aksi mogok. Salah satu contohnya yaitu setelah membeli suatu barang atau pembeli mengubah kebiasaan, maka efek dari perilaku mereka biasanya cenderung berlanjut walaupun boikot telah berakhir.
2.3.2 Management’s Strategies for Overcoming Negotiation Breakdowns
Apabila hasil negosiasi tetap tidak menemukan titik terang atau terjadi kegagalan pada negosiasi maka pihak manajemen juga dapat menggunakan berbagai strategi untuk mendorong serikat untuk datang kembali ke meja tawar. Biasanya perusahaan berusaha memecahkan masalah dengan menggunakan lockout atau menggunakan surat perintah.
- Lockout
Menurut Dessler “Lockout adalah penolakan pengusaha untuk memberikan kesempatan bekerja.”.Dalam lockout, manajemen karyawan tetap dari tempat kerja dan dapat menjalankan operasi manajemen dengan personil dan / atau penggantian sementara. Apabila karyawan tidak bekerja, maka karyawan tidak akan mendapatkan bayaran. Pada saat ini, lockout tidak banyak digunakan oleh perusahaan karena di pandang sebagai praktik yang tidak adil.
- Surat Perintah
Menurut Dessler (2007) “Surat perintah adalah sebuah perintah pengadilan yang meminta satu atau beberapa pihak untuk memulai kembali atau menghentikan sebuah tindakan tertentu”. Pada saat ini sebagian besar manajemen telah meninggalkan lockout dan beralih dengan menggunakan surat perintah lewat pengadilan karena apabila salah satu pihak baik pihak manajemen atau pun pekerja mengambil keputusan dalam penyelesaian konflik mungkin dapat menimbulkan kerugian yang tidak dapat di perbaiki oleh pihak lain.
2.4 Pengesahan Persetujuan
Sebagian besar collective bergaining dapat mencapai persetujuan tanpa adanya gangguan dalam negosiasi atau tindakan mengganggu. Biasanya, kesepakatan tercapai sebelum kontrak berakhir. Setelah negosiasi mencapai kesepakatan pada semua persyaratan kontrak, maka mereka harus mempersiapkan sebuah perjanjian tertulis yang meliputi persyaratan, lengkap dengan efektif dan tanggal penghentian. Proses menegesahkan bagi manajemen seringkali lebih mudah daripada bagi tenaga kerja. Presiden atau CEO yang biasanya melakukan pelaporan secara teratur mengenai perkembangan dari negosiasi. Segala kesulitan yang ada mungkin telah mendapatkan persetujuan yang sudah diselesaikan dengan pihak manajemen oleh negotiators. Namun, proses mendapatkan persetujuan dari kedua belah pihak merupakan hal yang paling rumit bagi serikat pekerja.
2.5 Pengadministrasian Persetujuan
Bernegosiasi berhubungan erat dengan proses collective bargaining secara keseluruhan, ini seperti ujung dari sebuah gunung es. Bagian yang lebih penting dari collective bargaining adalah administrasi dari persetujuan. Persetujuan menentukan hubungan antara serikat pekerja dengan manajemen selama jangka waktu kontrak yang telah disepakati. Biasanya, kedua belah pihak tidak dapat mengubah kontrak sebelum masa kontrak berakhir, kecuali atas persetujuan keduanya. Bagaimanapun, masalah utama yang ditemui dalam administrasi kontrak adalah persamaan penafsiran dan pelaksanaan selama masa kontrak. Secara ideal, tujuan antara serikat pekerja dan manajemen adalah semuanya dilakukan untuk memperoleh keuntungan atau saling menguntungkan. Tapi ini seringkali sulit dilakukan.
Manajemen adalah pihak yang memiliki tanggungjawab paling utama untuk menjelaskan dan melaksanakan persetujuan. Proses ini harus dimulai dengan rapat atau sesi pelatihan yang tidak hanya menunjukkan bentuk yang berbeda tetapi juga menjelaskan analisis setiap klausa atau kalimat dari kontrak. Terutama first-line supervisors, ia harus mengetahui tanggungjawab mereka dan apa yang harus dilakukan ketika muncul ketidaksetujuan.
Sebagai tambahan, supervisors dan middle manager harus memberitahukan top management beberapa perubahan kontrak atau penetapan undang-undang yang baru yang dibutuhkan untuk negosiasi selanjutnya.
Manajer SDM meliki peran sebagai kunci dalam administrasi kontrak dari hari ke hari. Mereka harus memberikan masukkan mengenai peraturan atau kedisiplinan, bekerja untuk memutuskan keluhan, dan membantu first-line supervisor selama masa persetujuan.
- Ada beberapa bagian utama dari kontrak yang biasanya mencakup subyek berikut ini, antara lain:
1. Hak-hak manajemen
2. Keamanan serikat pekerja dan pengurangan iuran pembayaran gaji otomatis
3. Prosedur keluhan
4. Arbitrase keluhan
5. Prosedur disiplin
6. Tarif kompensasi
7. Jam kerja dan lembur
8. Tunjangan: liburan, hari libur, asuransi, pensiun
9. Ketetapan kesehatan dan keamanan
10. Ketetapan senioritas keamanan karyawan
11. Tanggal berakhirnya kontrak.
2.6 Collective Bargaining Pada Sektor Publik
Sektor publik yang dimaksud dalam hal ini adalah Pemerintah. Isu yang diangkat dalam kasus ini terjadi pada pemerintahan di Indonesia. Pegawai pemerintahan di Indonesia memiliki Korpri atau Korps Pegawai Republik Indonesia, yang bertindak sebagai serikat pekerja. Korpri dibentuk pada masa pemerintahan Soeharto. Pada dasarnya, Korpri ini harus bertindak selayaknya serikat pekerja, yaitu melindungi dan memperjuangkan kesejahteraan tenaga kerja atau pegawai.
Namun, pada kenyataannya Korpri tidak bertindak sebagaimana mestinya. Korpri sebagian besar berada dibawah kekuasaan pemerintah. Korpri lebih banyak dikendalikan dan diatur atau bahkan dipermainkan oleh pemerintah. Sehingga Korpri sering disebut-sebut sebagai ”Boneka Pemerintah Indonesia”. Karena Korpri tidak sepenuhnya membela dan memperjuangkan hak dan/atau kesejahteraan pegawai negeri, sebagai pegawai pemerintahan. Kegiatan dan keputusan yang diambil dan dilakukan lebih banyak dipengaruhi oleh pemerintah. Pemerintah memiliki peran dan campur tangan yang besar terhadap Korpri. Sedangkan pada dasarnya Korpri seharusnya bertindak sebagai penengah antara pemerintah Indonesia dengan pegawai negeri/pegawai pemerintah. Sehingga dalam sektor publik ini hampir tidak dilakukan collective bargaining. Karena pemerintah tidak memberikan kesempatan pada pegawai negeri untuk mengajukan dan memperjuangkan hak dan keinginannya pada pemerintah. Pegawai pemerintah terpaksa harus menyetujui semua keputusan dan kebijakan dari pemerintah.
BAB III
KESIMPULAN
Dokumen yang muncul dari proses collective bargaining dikenal sebagai labor agreement atau contract. Perjanjian ini mengatur hubungan antara perusahaan dan karyawan untuk jangka waktu yang telah ditetapkan. Collective bargaining pada dasarnya menentukan hubungan antara buruh dan manajemen. Hal-hal yang termasuk dalam topik Collective Bargaining, yakni pengakuan, hak pengelolaan, serikat keamanan, kompensasi dan benefit, prosedur keluhan, keamanan karyawan, dan faktor-faktor yang berhubungan dengan pekerjaan.
Retaknya negosiasi dapat terjadi meskipun serikat kerja dan manajemen mungkin bersungguh-sungguh ingin datang ke dalam kontrak penyelesaian yang pantas. Keretakan dalam negoisasi dapat diatasi dengan campur tangan pihak ke tiga, strategi serikat kerja, dan strategi manajemen.
Apabila tidak terjadi titik temu dari hasil negosiasi antara pihak manajemen dengan serikat kerja. Maka untuk mendapatkan persetujuan dari pihak manajemen, pihak serikat kerja akan melakukan berbagai penekanan kepada pihak manajemen yaitu dengan melakukan aksi pemogokan atau dengan melakukan pemboikotan. Apabila hasil negosiasi tetap tidak menemukan titik terang atau terjadi kegagalan pada negosiasi maka biasanya perusahaan berusaha memecahkan masalah dengan menggunakan lockout atau menggunakan surat perintah.
Setelah negosiasi mencapai kesepakatan pada semua persyaratan kontrak, maka mereka harus mempersiapkan sebuah perjanjian tertulis yang meliputi persyaratan, lengkap dengan efektif dan tanggal penghentian.
Bagian yang lebih penting dari collective bargaining adalah administrasi dari persetujuan. Persetujuan menentukan hubungan antara serikat pekerja dengan manajemen selama jangka waktu kontrak yang telah disepakati. Biasanya, kedua belah pihak tidak dapat mengubah kontrak sebelum masa kontrak berakhir, kecuali atas persetujuan keduanya.
Isu collective bargaining yang terjadi pada sektor publik dalam pemerintah Indonesia, adalah keberadaan Korpri yang sebagian besar aktivitasnya dipengaruhi oleh pemerintah.
DAFTAR PUSTAKA
Dessler, Gary. 2007. Manajemen Sumber daya Manusia Jilid 2. (Edisi Ke-10). Jakarta : Indeks.
Marwansyah. 2000. Manajemen Sumber Daya Manusia. Bandung : Politeknik Negeri Bandung.
Mondy, R. W., & Noe R. M. 2005. Human Resource Management. (9th Ed). New Jersey : Prentice Hall
Tidak ada komentar:
Posting Komentar